Senin, 27 Februari 2012

Materi Peer Counseling {TEKNIK KOMUNIKASI EFEKTIF }



TEKNIK KOMUNIKASI EFEKTIF
Oleh: Dra. Hj. Maryatin.
Pengertian

·         Kemampuan mengirimkan pesan dengan jelas, manusiawi, efisien dan menerima pesan secara akurat (D.B. Curtis, 1992)
·         Suatu tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan terjadi dalam satu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik (J.A. Devito, 1997)
·         Aktifitas menyampaikan apa yang ada dipikiran, konsep yang kita miliki dan keinginan yang ingin kita sampaikan pada orang lain. Atau sebagai seni mempengaruhi orang lain untuk memperoleh apa yang kita inginkan.(B.S.Wibowo, 2002)

Prinsip komunikasi

·         Seluruh prilaku mengkomunikasikan sesuatu dengan sengaja atau tidak sengaja (tangan, mulut, wajah, baju, kerudung, dll).
·         Komunikasi non-verbal sangat berpengaruh terhadap persepsi.
·         Konteks berpengaruh terhadap komunikasi.
·         Arti/makna terdapat pada orang, bukan dalam kata-kata.
·         Komunikasi tidak dapat diubah, sekali mereka dapat begitulah persepsinya.
·         Komunikasi adalah sirkular bukan linier dan Komunikasi tidak mungkin dihindari.
·         Komunikasi memerlukan keterbukaan dari pengirim dan penerima.
·         Komunikasi bisa memberikan beberapa efek.

Enam jenis komunikasi
·         komunikasi dengan diri sendiri
·         komunikasi dan hubungan antar pribadi
·         komunikasi antar kelompok kecil dan organisasi
·         Komunikasi terbuka
·         Komunikasi massa
·         Komunikasi antar budaya

Teknik berkomunikasi
·         Ucapan yang jelas dan idenya tidak ada makna ganda, utuh.
·         Berbicara dengan tegas, tidak berbelit-belit
·         Memahami betul siapa yang diajak bicara, hadapkan wajah dan badan, pahami pikiran lawan bicara.
·         Menyampaikan tidak berbelit-belit, tulus dan terbuka.
·         Sampaikan informasi dengan bahasa penerima informasi.
·         Menyampaikan dengan kemampuan dan kadar akal penerima informasi
·         Sampaikan informasi dengan global dan tujuannya, baru detailnya.
·         Berikan contoh nyata, lebih baik jadikan anda sebagai model langsung.
·         Sampaikan informasi dengah lembut, agar berkesan, membuat sadar dan menimbulkan kecemasan yang mencerahkan.
·         Kendalikan noise dan carilah umpan balik untuk meyakinkan informasi anda diterima. Contoh dengan bertanya atau menyuruh mengulanginya.

Komunikator yang baik
·         Menyampaikan sesuatu yang formal dan tidak rahasia, maka sampaikanlah dengan bahasa yang sudah dikenal (Qaaulan ma’rifa)
·         Bangunlah silaturahmi, hindari kata-kata yang menyakiti dan berkatalah dengan baik (Qaulan sadidan).
·         Dengan orang yang berpenyakit hati maka beri pelajaran dan berkatalah dengan perkataan yang berbekas pada jiwa (Qaulan baligha
·         Untuk melayani orang dengan baik maka sampaikan perkataan yang mulia (qaulan maisura
·         Hindarilah untuk berkata sesuatu yang berdosa besar (Qaulan Azhima)
·         Untuk mempengaruhi orang lain sampai dengan perkataan yang lemah lembut (Qaulan layina
·         Perkataan yang paling baik adalah perkataan seseorang yang menyeru kepada Allah (qaulan minma da’a ilallah)
·         Sesungguhnya Allah menurunkan sesuatu yang berat (qaulan tsaqila
·         Ketika anda menyampaikan sesuatu yang berat untuk dilaksanakan, akan tepat, khusyuk dan berkonsentrasi jika disampaikan saat menjelang shubuh.

Hal lain dalam berkomunikasi
·         Ekspresi mata (Eyes to eyes contact)
·         Menjadi kawan berbicara yang empatik.
·         Mendengar sarana komunikasi yang paling banyak digunakan.
·         Melayani orang sepenuh hati (relatinoshif)
·         Ketidak sepahaman dapat dihadapi dengan negosiasi.
·         Symbol dan penampilan diri.
·         Menerapkan etika komunikasi terhadap siapapun.

Sumber :

·B.S. Wibowo. 2002. Sharpening our concept and tool, Kiat praktis manajemen,Jakarta : PT Syaamil Cipta Media.
·James K. Van Fleet, 1996, Conversational power : The key to success with people,New york : Preentice hall, Inc.
·Dr. Akrim Ridha, 2003, Seni Menghadapi public, Jakarta : PT Syaamil Cipta Media.

Materi Peer Counseling {ASAS-ASAS DAN ETIKA DALAM PELAYANAN KONSELING SEBAYA}



ASAS-ASAS DAN ETIKA DALAM PELAYANAN KONSELING SEBAYA
Oleh : Wahidin, M.Pd


Sebaya  artinya kemiripan/tidak berbeda jauh dalam usia. Dalam  tulisan ini diutarakan  konseling  sebaya  bagi para  remaja  mengingat  siswa SMA/sederajatnya  dan  Mahasiswa terdapat dalam rentangan usia 15 – 24 tahun. Kesebayaan menimbulkan keeratan,  keterbukaan  dan  perasaan senasib muncul.  Di kalangan remaja kondisi  ini  dapat  menjadi  peluang bagi  upaya  memfasilitasi. perkembangan  remaja,  di  sisi  lain karakteristik  psikologis  remaja, misalnya  bersifat  emosional,  labil juga  merupakan  tantangan  bagi keefektifan  layanan  konseling sebaya  bagi  mereka.    Pentingnya teman  sebaya  bagi  remaja  tampak dalam komformitas remaja terhadap kelompok sebayanya.  
Konselor  sebaya  bukanlah konselor  profesional,  atau  ahli terapi.    Mereka  adalah  para remaja/pemuda  (siswa/mahasiswa) yang  memberikan  bantuan  kepada siswa atau mahasiswa lain di bawah bimbingan  konselor  ahli.    Dalam konseling  sebaya,  peran  dan kehadiran  konselor  ahli  tetap diperlukan.  Dalam model konseling ini terdapat hubungan triadik antara konselor ahli, konselor  sebaya, dan klien sebaya (Suwarjo, April 2008). 
Saat  seorang  remaja  mendapatkan masalah,  mereka  lebih  banyak sharing  atau  curhat  kepada  teman sebayanya  daripada  kepada  guru (termasuk  konselor  sekolah)  dan orang  tuanya.    Hal  ini  disebabkan para  remaja  tahu  persislika-liku masalah itu dan lebih spontan dalam mengadakan  kontak.    Konselor sebaya yang terlatih memungkinkan terjadinya  sejumlah  kontak  yang spontan  dan  informal.    Kontak-kontak  yang  demikian  memiliki multiplying  impact  pada  berbagai aspek dari remaja lain, bahkan dapat menjadi  jembatan  penghubung antara  konselor  profesional  dengan para  siswa  (remaja)  yang  tidak sempat  berjumpa  dengan  konselor.
Sesuai  dengan  kemampuannya, konselor sebaya diharapkan mampu menjadi  sahabat  yang  baik.    Ia minimal  menjadi  pendengar  aktif bagi  teman  sebayanya  yang membutuhkan perhatian.  Selain itu ia  juga  mampu  menangkap ungkapan,  pikiran  dan  emosi  di balik  ekspresi  verbal  maupun  non verbal,  berempatik  tulus,  dan  bila memungkinkan  mampu memecahkan  masalah  sederhana tersebut.
Permasalahan  yang  sering dihadapi para remaja adalah masalah seks  dan  pacaran. Berikut  ini  diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan konseling  sebaya,  yang  tentunya keterampilan  konselor  sebaya  yang diperlukan  relatif  sangat  sederhana apabila  dibandingkan  dengan keterampilan konselor profesional.

A.       ASAS-ASAS KONSELING
Dalam penyelenggaraan pelayanan peer konseling perlu menerapkan kaidah-kaidah dasar atau yang biasa disebut sebagai asas-asas konseling. Asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan dalam penyelenggaran pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselengara dengan baik sangat dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan; sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan.
Asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan, dan tut wuri handayani (Prayitno, 1987).
1.         Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, mk penyelengara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan klien sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak mendapat tempat di hati klien dan para calon klien; mereka takut untuk meminta bantuan, sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah riwayat pelayanan konseling di tangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien itu.
2.        Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak si terbimbing atau klien, maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta, data dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor; dan konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
3.        Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, malahan lebih adri itu, diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan si terbimbing dapat dilaksanakan.
Keterusterangan dan kejujuran klien akan terjadi jika si terbimbing tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan; maksudnya, si terbimbing telah betul-betul mempercayai konselornya dan benar-benar mengahrapkan bantuan dari konselornya. Lebih jauh, keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu bahwa konselornya pun terbuka.
Keterbukaan di sini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain (dalam hal ini konselor), dan kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu memang dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana terbuka seperti itu, masing-masing pihak bersifat transparan (tembus pandang) terhadap pihak lain.
4.        Asas Kekinian
Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan sekarang, nukan masalah yang lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami di masa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masa lampau dan/atau masa yang akan datang yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan yang sedang diselenggarakan itu, pembahasan tersebut hanyalajmerupakan latar belakang dan/atau latar depan dari masalah yang dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat terselesaikan.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika dimintai bantuan oleh klien atau jelas-jelas menampak misalnya adanya siswa yang mengalami masalah maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih.
5.        Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok : (a) mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya; (b) menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis; (c) mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri; (d) mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu; (e) mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling, dan hal itu disadari baik oleh konselor maupun klien.
6.        Asas Kegiatan
Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
Asas ini merujuk pada pola konseling “multi dimensional” yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien aktif menjalani proses konseling dan aktif pula melaksanakan/menerapkan hasil-hasil konseling.
7.        Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan ini tidak sekedar mengulang-ulang hal yang lama, yang bersifat monoton, melainkan perubahan  yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki.
8.        Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Jangan hendaknya aspek layanan yang satu tidak serasi dengan aspek layanan yang lain.
Untuk terselengarakannya asa keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya bimbingan dan konseling.
9.        Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini ditetapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang adad. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak boleh menyimpang dari norma-norma yang dimaksud.
Ditilik dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan pelayanan bimbingan dan konseling tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma.
10.     Asas Keahlian
Usaha bimbingan dan konseling perlu dikakukan secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan itu.
Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek konseling secara baik.
11.      Asas Alih Tangan
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, jika konselor sudah mengarahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Di samping itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan, dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang itu. Hal terakhir yang secara langsung mengacu kepada batasan yang telah diuraikan bab II, yaitu bahwa bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada individu-individu yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani dan rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dr masalah-masalah kriminal ataupun perdata.
12.     Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodo, ing madya magun karso”.
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja, namun di luar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya manfaat pelayanan bimbingan dan konseling itu.

B.       KARAKTERISTIAK PRIBADI KONSELOR (Pandangan Konselor Ideal menurut Gerald Corey, 2005)
  1. Memiliki identitas : memahami diri sendiri, tujuan dari yang akan mereka lakukan
  2. Menghargai dan menaruh hormat terhadap diri sendiri.
  3. Mampu mengenal dan menerima kekuatan diri sendiri
  4. Terbuka terhadapa perubahan
  5. Memperluas kesadaran akan diri sendiri dan orang lain.
  6. Bersedia dan mampu menerima adanya ambiguitas
  7. Dapat mengalami dan mengetahui dunia orang lain, namun rasa empati yang ada bukanlah untuk diwarnai dengan keinginan untuk memiliki
  8. Bergairah hidup dan pilihannya berorentasi pada kehidupan
  9. Orang-orang otentik, bersungguh-sungguh dan jujur
  10. Memiliki rasa humor
  11. Bisa membuat kesalahan dan mau mengakuinya
  12. Biasanya hidup dimasa kini
  13. Menghargai adanya pengaruh budaya
  14. Mampu menggali kembali sosok pribadi mereka sendiri
  15. Mampu membuat pilihan-pilihan yang bisa membentuk hidup
  16. Menaruh kesejahteraan serius kepada orang lain
  17. Menjadi terlibat secara penuh dalam karya mereka dan menyerap makna darinya

Beberapa hal penting dalam konseling teman sebaya :
Ø  Hubungan Konseling Sebaya : 
             1.          Hubungan saling percaya
             2.          Komunikasi yang terbuka
             3.          Pemberdayaan  klien  agar mampu  mengambil  keputusannya sendiri.

Ø  Persyaratan Konselor Sebaya :
             1.          Berpengalaman sebagai pendidik sebaya (tidak mutlak)
             2.          Memiliki  minat,  kemauan,  dan perhatian  untuk  membantu klien..
             3.          Terbuka  untuk  pendapat  orang lain.
             4.          Menghargai  dan  menghormati klien.
             5.          Peka  terhadap  perasaan  orang dan mampu berempati.
             6.          Dapat  dipercaya  dan  mampu memegang rahasia.
             7.          Pendidikan  minimal  setingkat SLTA (lebih diutamakan).

Ø  Keterampilan Konselor Sebaya :
             1.          Membina  suasana  yang aman,  nyaman,  dan menimbulkan  rasa  percaya klien terhadap konselor.
             2.          Melakukan  komunikasi interpersonal,  yaitu hubungan  timbal  balik  yang  bercirikan :
a)      komunikasi dua arah
b)      Perhatian  pada  aspek  verbal dan  non verbal
c)      Penggunaan  pertanyaan untuk  menggali  informasi, perasaan dan pikiran
d)      Kemampuan melakukan 3 M (Mendengar  yang  aktif, memahami  secara  positif,
e)      dan  merespon  secara  tepat), seperti :
§  Jaga  kontak  mata  dengan lawan  bicara/klien (sesuaikan    dengan budaya setempat) tunjukkan  minat mendengar.
§   Jangan  memotong pembicaraan    klien,  atau melakukan kegiatan lain.
§  Ajukan  pertanyaan  yang relevan.
§  Tunjukkan empati.
§  Lakukan  refleksi  dengan cara  mengulang  kata-kata klien  dengan menggunakan  kata-kata sendiri. 
§  Mendorong  klien  untuk terus  bicara  dengan memberikan  dorongan minimal, seperti ungkapan (oh  ya..,  ehm...,  bagus), dan  anggukan  kepala, acungan jempol, dan lain-lain.

Ø  Tempat Konseling :
Sebenarnya  konseling  dapat dilakukan  di  mana  saja,  asalkan syarat-syarat  berikut  terpenuhi, antara lain : 
             1.          Terjamin privacy
             2.          Nyaman dan tenang
             3.          Tidak bising

Ø  Kiat-kiat  khusus  melaksanakan konseling  sebaya  (pada  remaja) khususnya :
             1.          Terbuka,  membiarkannya  untuk bertanya  seluas-luasnya termasuk hal yang tabu
             2.          Fleksibel,  memberikan  jawaban yang sederhana dengan kata-kata yang mudah dimengerti.
             3.          Dapat  dipercaya,  jujur,  dan apabila  tidak  mengerti  jawaban dari  pertanyaan  klien,  katakan bahwa lain waktu akan berusaha menjawab  karena  sekarang belum mengerti.
             4.          Menjaga kerahasiaan klien.
             5.          Tunjukkan  sikap  tenang,  jangan mudah  panik  dan  terlalu  heran pada hal baru.
             6.          Menghargai  klien  dan  jangan menadang rendah dirinya.
             7.          Memahami,  dan  tidak memberikan  penilaian,  apalagi penilaian megatif tentang klien.
             8.          Bersabar,  biarkan  klien  yang mengambil  keputusannya sendiri. 

Ø  Persiapan  konselor  sebelum pertemuan konseling :
             1.          Menyiapkan  mental  dan psikologis,  artinya  konselor sedang tidak terbawa oleh emosi atau masalahnya sendiri.
             2.          Mengatur  dan  menata  tempat konseling sesuai persyaratan.
             3.          Menyiapkan  alat,  atau  hal-hal yang  mempermudah  bantuan konseling.

Ø  Langkah-langkah  /tahapan konseling :
             1.          Mengucapkan salam.
             2.          Mempersilakan klien duduk.
             3.          Menciptakan  situasi  yang membuat klien merasa nyaman.
             4.          Mengajukan  pertanyaan  tentang maksud  dan  tujuan kedatangannya.
             5.          Berikan  informasi  yang  sangat dibutuhkan  klien,  termasuk berbagai alternatif jalan keluar.
             6.          Mendorong dan membantu klien untuk  menentukan  jalan  keluar atas persoalan yang dihadapi.
             7.          Sampaikan  tawaran  untuk konseling  berikutnya  apabila masih  perlu  pembicaraan selanjutnya,  dan  ucapkan  salam penutup dan terima kasih.

Ø  Situasi  sulit  yang  perlu  dikenal oleh konselor :
1.         Bila klien pasif dan diam.
2.         Klien menangis.
3.         Klien  menanyakan  hal  yang bersifat pribadi kepada konselor.
4.         Klien  minta  konselor  untuk mengambil keputusan.
5.         Konselor  tidak  dapat  menjawab pertanyaan yang diajukan klien.
6.         Konselor  tidak  menemukan solusi masalah.
7.         Konselor  dan  klien  saling mengenal.

Ø  Implikasi  pelaksanaan  konseling sebaya
1.      Konselor  sebaya  bukan merupakan konselor profesional, namun  keberadaannya  sangat membantu bagi terciptanya suatu hubungan  konseling  yang profesional.    Mereka  menjadi penghubung  yang  baik  antara konselor profesional dan klien.
2.      Konselor  sebaya  memahami batas-batas  kemampuan  dalam menjalankan  konseling  dan bersikap  jujur  atas keberadaannya  apabila  tidak mampu  menyelesaikan  masalah klien.
3.      Konselor  sebaya  senantiasa menciptakan  hubungan konseling secara terbuka, saling percaya,  dan  menjaga kerahasiaan,  dan  menyerahkan putusan akhir kepada klien.

Contoh Kasus :
Kiat  khusus  menghadapi  klen dengan  kehamilan  yang  tidak diinginkan
             1.          Memperhatikan  dan  antisipasi adanya  perasaan-perasaan khusus, seperti tertekan, konflik, bingung.
             2.          Membantu  klien  menata  dan mengarahkan  perasaan  yang dialami,  kemudian  mampu mengambil keputusan tanpa rasa sesal.
             3.          Memiliki  informasi  rujukan yang luas, misal dokter spesialis kandungan,  psikolog, rohaniawan,  tempat penampungan  bayi  apabila adopsi.
             4.          Menyiapkan  diri  untuk  menjadi mediator  dirinya  dengan pasangan atau orang tua klien.  


Daftar Rujukan :
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 2005, IKIP Press, Semarang.
Sucipto, Artikel : Konseling Sebaya, 2009, Jurnal Mawas: Kudus,  
Suwarjo Raharjo, Artikel : Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) Untuk mengembangkan Resiliensi Remaja, 2008, Makalah Seminar: Yogyakarta
Winkel dan Sri Hartati, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, 2001, Gramedia, Jakarta